Minggu, 29 Januari 2012

The effect of media television, especially for childs.

Hai hai hai………para pembaca yang setia. Kali ini saya akan share tentang efek dari media massa. Khususnya efek televisi bagi penonton. Nah, sekarang baca baik – baik yaaaa……Semoga apa yang saya share - kan ini dapat bermanfaat buat kalian.

Sekarang ini banyak yang di tanyangan oleh televisi beraneka ragam acara. Bagi orang dewasa, mungkin apa yang ditampilkan oleh televisi itu bukanlah sebuah masalah besar, sebab mereka sudah mampu memilih, memilah dan memahami apa yang ditayangkan di layar televisi. Namun bagaimana dengan anak-anak? Dengan segala kepolosan yang dimilikinya, belum tentu mereka mampu menginterpretasikan apa yang mereka saksikan di layar televisi dengan tepat dan benar. Masalah paling mendasar bukanlah jumlah jam yang dilewatkan si anak untuk menonton televisi, melainkan program-program yang ia tonton dan bagaimana para orang tua serta guru memanfaatkan program-program ini untuk sedapat mungkin membantu kegiatan belajar mereka.
Dari kutipan diatas, jelas bahwa yang harus diwaspadai oleh para guru dan orang tua adalah acara apa yang ditonton anak di televisi itu dan bukannya berapa lama anak menonton televisi. Padahal kecenderungan yang ada justru sebaliknya. Orang tua jarang benar-benar memperhatikan apa yang ditonton anak-anaknya dan lebih sering melarang anak-anak agar jangan menonton televisi terlalu lama karena bisa mengganggu jam belajar mereka. Disamping itu, apakah pernah pula terbersit dalam benak orang tua untuk ikut menonton tayangan-tayangan televisi yang diklaim sebagai tayangan untuk anak-anak? Pernahkan orang tua memperhatikan, apakah tayangan untuk anak itu memang sesuai dengan usianya? Padahal disinilah peran orangtua menjadi sangat penting artinya. Orang tualah yang menjadi guru, pembimbing, pendamping dan pendorong pertumbuhan anak yang paling utama.
Dari orangtualah anak pertama kali belajar tentang sesuatu kebenaran dan kemudian menanamkan kepercayaan atas kebenaran itu. Sudah menjadi tanggung jawab orang tua pula untuk selalu mendampingi anak-anak dalam menonton televisi, memberikan pengertian dan penjelasan atas apa yang tidak dimengerti oleh anak-anak. Memberikan penjelasan kenapa suatu tindak kekerasan bisa terjadi dan apa akibat dari semua itu. Orang tua juga harus jeli dalam melihat program-program acara televisi yang ditonton oleh anak. Apakah cocok dengan usianya, apakah bersifat mendidik atau justru malah merusak moral si anak. Mungkin sebagai orang tua, tidak akan kesulitan untuk langsung melarang seorang anak untuk menonton film-film dewasa yang mengandung unsur porno, karena dengan memandang sepintas lalu saja sudah jelas diketahui bahwa acara tersebut tidak cocok untuk anak. Tetapi pernahkah orangtua mengamati film-film kartun yang kelihatannya memang sudah layak menjadi konsumsi anak-anak? Pernahkah orang tua peduli bahwa berbagai tayangan film kartun Jepang yang mempertontonkan heroisme, seperti film seri Kenji, Dragon Ball dan sebagainya telah menyebabkan seorang anak menjadi seorang yang agresif? Demikian pula dengan tayangan film-film kartun yang penuh romantisme seperti Sailor Moon? Dan bagaimana pula dengan film-film yang lain?
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tingkat pornografi pada film kartun anak-anak itu cukup tinggi, dan diantara film-film kartun anak di Asia, film kartun produksi Jepang menempati posisi paling tinggi dalam penayangan unsur pornografi. Sebagai contoh, Film Seri Crayon Sinchan yang sekarang begitu di gemari di Indonesia, ternyata di Jepang sendiri film tersebut tidak diperuntukkan untuk konsumsi anak-anak melainkan untuk konsumsi orang dewasa yang ingin kembali ke masa kanak-kanak. Untuk itu, kesiapan orang tua untuk mendampingi di tengah kesibukan seabrek kegiatan mutlak diperlukan. 

Kamis, 19 Januari 2012

*MADURESE STEREOTYPE*


My opimion about Stereotype is an image or idea of a particular type of person or thing that has become fixed through being widely held. And in the other definition, Stereotypes are characteristics ascribed to groups of people involving gender, race, national origin and other factors. These characteristics tend to be oversimplifications of the groups involved, however. For example, someone who meets a few individuals from a particular country and finds them to be quiet and reserved may spread the word that all citizens from the country in question are quiet and reserved. A generalization such as this doesn’t allow for diversity within groups and may result in stigmatization and discrimination of groups if the stereotypes linked to them are largely negative.
And now I want to tell you about Madurese. Madura is one of the parts of East Java Province, Indonesia. The island is inhabited by an ethnic group which has special language
and culture, Madurese. Madurese people were well-known of being strong sailors, highly motivated and hard workers. All of Madurese characteristics are the reflection of the condition of its region;
rocky, stony, hot, drought, and infertile soil.
Madurese language and culture are the important factors to differentiate Madurese from other ethnics in East Java. In discussing the relationship between language and culture, most of us agree with the widely accepted view that language exist in culture and that culture values express themselves, among other things, by means of language. In broader perspective, it is said that Madurese culture is included in the culture of Jawa-Bali-Madura-Sunda. However, Madurese culture has its own form and uniqueness. It is because of its climate and the condition of its infertile soil.
Based on some literatures and informal information, there is a general stereotype that Madurese have hot character (panas membara) and easily exploded (meledak-ledak). These characters represent the reflection of the region of Madura Island which is drought, infertile, and hot.Instead of having rather negative characters, Madurese were known to be humorous, diligent, honest, frankly, and interesting. Madurese can be a very good friend if we understand him, but if somebody has betrayed him, it can be very dangerous. There are still another terms which relate to Madurese, such as Soto Madura, Sate Madura, Karapan Sapi and etc.

Minggu, 15 Januari 2012

My experience when I visited in Blora city

Art of Barong in Blora

Art of Barong In Blora City
            Art of Barong or more known as the art of Barongan that typical of central java. However, from several region in central java, just in Blora city this art more popular when compare with the other districts. Barong performances are usually done by the community for celebration event.
            Barong art in my view and from the stories by Blora peoples, this art has something mystic. When I see the barong art, the game of barong art very dangerous. Because at the time when the game was started and the player of Barong perform, they felt unable to control themselves. As I have ever seen, the players of Barong eating the dangerous object. For example, broken glass, wood or object that can not be eating by humans in general. Although Barong very dangerous game, but the player of Barong as well as the people of Blora really like this game and they still preserve the art of Barong.